Selayang pandang

Kamis, 17 November 2011

Kewajiban menuntut Ilmu

SALAH satu peristiwa monumental yang terjadi pada diri Rasulullah saw adalah diutusnya Malaikat Jibril untuk menemui beliau yang sedang (merenung) di Goa Hira, dengan membawa wahyu dari langit.

Turunnya wahyu Allah swt yang dibawa oleh Malaikat Jibril kepada beliau, tak lain dan tak bukan dalam rangka menyebarluaskan ajaran Islam.

Peristiwa turunnya wahyu ilahi kepada Nabi Muhammad saw yang terjadi pada bulan Ramadan itu, dalam masyarakat dikenal sebagai Nuzulul Quran.

Secara etimologis, kata nuzul memiliki beberapa pengertian. Menurut Ibn Faris, kata Nuzul berarti hubuth syay wa wuquuh, yang berarti : turun dan jatuhnya sesuatu.

Sedang menurut al-Raghib al-Isfahaniy, kata nuzul berarti al-inhidar min ‘ulw ila asfal, meluncur atau turun dari atas ke bawah. Makna dari Nuzulul Quran berarti turunnya Alquran dari langit. Tentu tidak serta merta, melainkan ada yang membawa, yaitu Malaikat Jibril.

Adapun mengenai tanggal turunnya wahyu ilahi (Alquran), sepeninggal Rasulullah saw hingga kini masih terjadi khilafiyah (perbedaan). Ada yang meyakini 17 Ramadan, 19 Ramadan, 21 Ramadan, bahkan 27 Ramadan.

Perbedaan mengenai tanggal turunnya Alquran bukanlah sesuatu yang substantif, karena Nuzulul Quran bukan hari raya bagi umat Islam. Yang terpenting dalam peringatan Nuzulul Quran adalah membaca makna yang terkandung dalam peristiwa tersebut dengan mata hati kita, kemudian memahaminya lalu mengamalkannya dengan segenap keyakinan kepada Allah swt.

Turunnya wahyu ilahi berupa Alquran kepada Rasulullah saw, adalah awal dari babak baru dalam misi kenabian Rasulullah. Sebab selama sekian waktu beliau menyebarkan Islam tanpa pedoman hukum dari langit. Setelah wahyu samawi itu datang kepada Rasulullah saw, maka misi kenabian menjadi lebih lengkap.

Selain sebagai pelengkap misi kenabian, di satu sisi turunnya QS Alalaq : 1 - 5 , merupakan perintah yang tidak mudah bagi Rasulullah. Sebab perintah membaca yang terkandung di dalam wahyu ilahi tersebut memerlukan energi yang luar biasa besar dalam mewujudkannya.

Betapa tidak, selain diwajibkan untuk membaca yang tersurat (Alquran) padahal Rasulullah buta huruf, beliau juga harus membaca yang tersirat (alam kehidupan) khususnya alam kehidupan di mana beliau diutus.

Dalam hal ini, alam kehidupan yang dimaksud adalah alam tauhid, alam akidah, maupun alam akhlak penduduk Makkah. Sebelum Muhammad bin Abdullah diutus menjadi rasul, kehidupan bangsa Quraisy adalah kehidupan yang bar-bar, tidak mengenal nilai-nilai moral, kasih sayang, kemanusiaan, apalagi nilai-nilai ketuhanan.
Meski berat, Rasulullah tetap meneruskan misi kenabiannya tanpa mengurangi semangat yang dimiliki, karena hakikatnya turunnya QS Alalaq merupakan amunisi baru dalam tujuannya merekonstruksi peradaban bangsa Arab dari peradaban yang jahily menuju peradaban yang dipenuhi cahaya tauhid. Sebelum turunnya Alquran, dalam menjalankan misi kenabiannya Rasulullah banyak mengalami intimidasi, teror, bahkan penganiayaan.

Dalam konteks kehidupan masyarakat, peristiwa Nuzulul Quran merupakan petunjuk dan isyarat bagi kita untuk mengupayakan perubahan secara signifikan pada semua bidang, khususnya dalam dunia pendidikan.

Dari lima ayat yang diturunkan saja, kalau kita renungkan lebih dalam lagi, maka akan ditemukan kandungan makna yang luar biasa dan dapat dijadikan sebagai spirit dalam menuntut ilmu. Karena itu merupakan perintah yang paling fundamental dalam ajaran Islam. Apalagi kini kondisi kehidupan umat Islam Indonesia banyak sekali kelemahannya.

Menurut dai Ihsan Tanjung, kelemahan yang ada pada diri umat Islam Indonesia, yaitu, kelemahan intelektual dan moral. Kelemahan umat Islam yang terkait dengan intelektual meliputi:

Dhofut Tarbiyah (lemah dalam pendidikan). Kelemahan dalam aspek pendidikan formal dan informal sangat dirasakan oleh umat Islam masa kini. Jika pendidikan, pelatihan, pembinaan, maupun pengaderan lemah, maka akan mustahil melahirkan anasir dalam nadhatul umat (kebangkitan umat).

Dhofut Tsaqofah (lemah dalam ilmu pengetahuan). Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat, tetapi umat Islam tertinggal bila dibandingkan umat yang lainnya. Itu disebabkan wawasan umat Islam sempit dan terbatas serta lemah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Dhofut Takhthith (lemah dalam perencanaan). Umat Islam sekarang ini tidak memiliki agenda dan strategi yang jelas. Rencana perjuangannya penuh dengan misteri. Hal tersebut disebabkan umat Islam tidak menghasilkan produk dari pembinaan yang baik dan tidak memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang memadai.

Dhofut Tanzim (lemah dalam pengorganisasian). Sekarang ini banyak terjadi gerakan yang mengibarkan bendera kebatilan. Mereka membangun pengorganisasian yang solid, sementara umat Islam tidak sadar akan hal itu, sehingga bercerai berai.

Dhoful Amniyah (lemah dalam keamanan). Masa kini umat Islam Indonesia lengah dalam menjaga keamanan diri dan kekayaan, baik moril maupun materiil, sehingga negara muslim yang kaya akan sumber daya alam dirampok oleh negara tetangga, bahkan negara nonmuslim.

Dhofut Tanfidz (lemah dalam memobilisasi potensi diri). Umat Islam dewasa ini tidak menyadari bahwa begitu banyak nikmat yang Allah SWT berikan dan tidak mensyukurinya. Jika umat Islam mersyukuri segala nikmat Allah, dari bentuk syukur itu akan muncul kekuatan tanfidz, yaitu kekuatan untuk memobilisir diri.

Itulah alasan pentingnya menuntut ilmu bagi umat Islam Indonesia. Dengan ilmu, manusia mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan manusia dapat membangun peradaban.

Semoga momentum Nuzulul Quran tahun ini lebih membuat diri kita manjadi rajin dalam menuntut Ilmu.

Pemerhati sosial dan keagamaan
red: DhenySumber: Banjarmasin Post
Share
Oleh:Danang Wisaksono
Readmore → Kewajiban menuntut Ilmu